Pernahkah kau jumpai,
Tuan? Sebuah negeri yang para istri dan para gadisnya memiliki kaki yang
berwarna merah darah? Karena darah senantiasa mengalir dari selangkangan
mereka. Ya, di sini akan kau temukan kenyataan itu setelah kesucian dikoyak
oleh simbol kelelakian dari para durjana. Dan dilakukan di depan mata kepala
kami sendiri.
Saking tak kuatnya hati
ini, para suami bertanya kepada syaikh kami, bolehkah membunuh istri anak-anak
perempuan kami sebelum melihat derita mereka di hadapan para durjana itu.
Pernahkah kau jumpai,
Tuan? Sebuah negeri yang secara mendadak penduduknya mengucapkan selamat
tinggal sebab ajal telah terasa begitu dekat? Ya, akan temukan fakta bahwa
hashtag itu berasal dari negeri kami.
“Ini mungkin panggilan
kami yang terakhir. Sengaja aku membuatnya barangkali bisa memberikan efek
kepada para pembuat kebijakan yang ada di dunia. Untuk menghentikan
pembunuhan,” begitu kata salah seorang dari kami dalam video “last call” yang
kau terima.
Pernahkah kau jumpai,
Tuan? Para lelaki kami pernah dibunuh secara massal kemudian dikubur dan
dilapisi dengan semen agar tak diketahui dunia. Ya, di negeri kami akan kau
dengar kabar itu.
Seorang kakek berteriak, “Ayyuhal
Muslimun, ayna antum? Wahai kaum muslimin, dimana kalian? Takutlah kepada
Allah!” agar tergerak hati saudara seiman mereka untuk menunjukkan rasa peduli.
Tak bisa lagi kami dengar
suara petasan. Karena kami telah terbiasa dengan bisingnya suara bom yang
meluluhlantakkan negeri kami.
Tuan, jika tak ada yang
bisa kau lakukan, teteskan air mata untuk kami. Kirimkan doa-doa di malam-malam
sunyimu dan di kesibukan siangmu. Karena, bisa saja sebenatr lagi kami tak bisa
mengirimu pesan lagi.
Wahai kaum muslimin,
masihkah engkau bisa sibuk dalam gelimang kemaksiatan sementara engkau
menyaksikan saudaramu diperlakukan seperti ini?
Wahai warga dunia,
masihkah engkau bisa tertawa-tawa dengan penuh ketidakpedulian saat kami
merasakan derita?
Surabay, 15 Desember 2016,
Kurir surat,
-Nir-
0 komentar:
Posting Komentar