Untuk yang mengaku publik figur,
pembicara, trainer dan lain-lain. Yang isi TLnya hanya ingin menyenangkan semua
pihak dengan terus menebar kalimat motivasi yang bijaksana. Tapi aku lihat tak
pernah bersuara dan bergerak untuk kemanusiaan dan agama.
Aku
ingin kalian juga marah.
Marahlah
jika harus. Karena kemarahan pada kemungkaran adalah lebih mulia dari pada
menjadi pengecut yang sok bijaksana.
Sok
bijak, sok lemah lembut. Tapi sebenarnya hanya karena takut dianggap garis
keras, takut ditinggalkan pengikut, takut dagangannya nggak laku, takut
seminarnya nggak laris.
Sungguh, seluruh pengaruhmu
itupun akan dimintai pertanggung jawaban. Untuk apakah pengaruh itu digunakan.
Untuk keuntungan pribadimu, ataukah untuk kemaslahatan umat dan agamamu.
Untuk keuntungan pribadimu, ataukah untuk kemaslahatan umat dan agamamu.
Ustadz
Andre Raditya
********************************************************************************************************
Tulisan
di atas saya copy paste dari status facebook Ustadz Andre Raditya. Menggingit
memang. Tapi dalam kondisi yang kacau balau seperti ini, keberpihakan kita
sangat mempengaruhi moral orang lain.
Bagi
saya, marah terbagi menjadi dua. Marah secara emosional dan marah secara
spiritual. Maka dalam kondisi seperti ini, siapapun wahai engkau yang memiliki
ilmu dan pengaruh di depan publik, kuatkan kami sebagai orang awam bagaimana
harus bersikap. Di pihak mana kami seharusnya berada.
Kita
sebagai manusia yang melihat tragedi kemanusiaan di jaman ini, perlu marah.
Marah secara spiritual. Marahlah secara spiritual yang ketika marahpun kita
tidak hanyut ke dalam kebrutalan dan tidak kalah oleh perasaan dendam dan sakit
hati saja.
Marah
yang ketika tersakitipun, kita bangkit melawan namun tetap mendahulukan
ayat-ayat Ilahi. Tetap mengedepankan ajaran Rasulullah shalallaahu ‘alayhi wassallam.
Maaf
bagi kawan-kawan yang tidak sepakat, saya tidak berusaha untuk menyebarkan
kebencian. Saya hanya ingin mengungkapkan kegelisahan atas diamnya orang-orang
yang sebelumnya vokal di dunia maya, namun diam untuk kasus in. Bukan untuk
semua orang.
Saya
juga berusaha memahami, bagi sebagian mereka yang diam, bukan berarti tidak
peduli. Tetapi sebagai bentuk kehati-hatian. Ada sebagian orang yang perlu
waktu untuk mengamati semua yang terjadi, merenung, dan memutuskan. Lalu dalam
diam, ia banyak bersujud disertai linangan air mata agar terwujudnya
perdamaian. Untuk mereka yang berdiam diri jenis ini, salut.
Surabaya,
16 Desember 2016
-Nir-
0 komentar:
Posting Komentar