Jumat, 06 Januari 2017

Preambule-Menikmati Kepahitan (1)

Bismillaahirrahmaanirrahiim…

1. “Allah telah mengetahui bahwa engkau tidak dapat menerima nasihat yang hanya berupa teori (kata-kata). Karena itulah Allah membuatmu merasakan pahitnya, untuk memudahkan bagimu cara meninggalkannya. Sebab manusia jika menderita dari ujian-ujian Allah yang berupa bala', maka ia tidak senang dunia, lalu ingin mati, ingin berpisah dari dunia yang fana ini.[1]

2. Merasakan kepahitan adalah suatu keniscayaan dalam hidup manusia. Air mata, rasa sesak, bahkan darah mengiringi perjalanan hidup kita saat melewati fase ini. Ada yang berhasil, namun tak sedikit pula yang gagal dari kepahitan ini yang ditandai dengan hilangnya akal sehat, hilangnya keimanan, atau bahkan bunuh diri.

Yang perlu ditanamkan dalam diri kita adalah bahwa Allah menciptakan segala sesuatu di muka bumi penuh dengan keseimbangan. Ada laki-laki dan perempuan. Ada cahaya dan kegelapan. Ada bahagia dan sedih. Ada iman dan kufur. Ada langit dan bumi. Serta ada manis dan pahit.

3. Namun tabiat manusia cenderung kepada hal-hal yang disenanginya saja. Betapa banyak manusia yang hanya ingin menikmati cahaya tanpa merasakan kegelapan, menari di atas kebahagiaan tanpa pernah merasakan kesedihan, dan menikmati manis tanpa pernah mengecap kepahitan.

4. Pertanyaannya adalah, Mengapa perjuangan itu terasa pahit?

Karena surga itu manis. Dan manis tidak akan mampu dirasakan dan disyukuri oleh mereka yang tidak pernah mau meneguk kepahitan.

“Jalan menuju Allah adalah jalan di mana Adam kelelahan, Nuh mengeluh, Ibrahim dilempar ke dalam api, Ismail dibentangkan untuk disembelih, Yusuf dijual dan dipenjara selama beberapa tahun, Zakaria digergaji, Yahya disembelih, Ayyub menderita penyakit, Daud menangis melebihi kadar semestinya, Isa berjalan sendirian, dan Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam mendapatkan kefakiran dan berbagai gangguan. Sementara kalian ingin menempuhnya dengan bersantai ria dan bermain-main? Demi Allah takkan pernah terjadi!” [2]

5. Namun demikian, tidak semua kepahitan harus kita rasakan. Untuk mempelajari arti kehidupan, kita tidak harus mengalami seluruh peristiwa agar mengerti. Bagi mereka yang memiliki kepekaan hati yang tajam, dia akan mengalami akselerasi dalam berbagai pelajaran hidup. Mungkin ia cukup merasakan kepahitan sekali saja dari sebuah bab hidup, lalu dia mengambil hikmah, bertaubat atasnya, dan mengembangkan sendiri dalam setiap sendi kehidupannya. Ini adalah kasus spesial yang tidak kebanyakan orang memiliki kemampuan dan kemauan seperti ini.

6. Dan ada sebagian besar di antara manusia yang harus dihadiahi kepahitan lebih dulu. Karena Allah tahu bahwa mereka tidak bisa diselamatkan dari jalan menuju kesengsaraan melalui nasehat berupa kata-kata. Untaian nasehat mulai dari yang halus sampai tegas belum cukup untuk menyadarkan mereka.

Saya meminta maaf, kasus-kasus yang saya sebutkan di bawah ini hanyalah kasus umum. Adapun kasus khusus yang lahir karena pengecualian, bukan masuk ke dalam bahasan ini. Tulisan ini lebih tepatnya sebagai bahan untuk evaluasi diri dan mengukur diri kita sendiri. Bukan untuk mengukur diri orang lain. Karena dikhawatirkan salah vonis jika digunakan untuk mengukur diri orang lain.

a. Bagi mereka yang kewalahan belajar semalaman karena kurang menguasai materi ujian di esok hari, biasanya menyesal karena telah mengabaikan peringatan “pelajari kembali materi sekolah setelah pulang, supaya nanti kalau ulangan tidak terasa berat”.

b. Bagi mereka yang menangisi sebab kegagalannya untuk melengkapi berkas administrasi pengajuan beasiswa, biasanya akan menyesali karena telah meremehkan nasehat “siapkan semua berkasnya sejak jauh-jauh hari. Jangan mepet-mepet”.

c. Bagi mereka yang susah move up (bukan move on ya) dari cinta kepada sesuatu atau seseorang, biasanya akan menyesal karena telah melupakan nasehat “jangan kalah oleh perasaan. Dahulukan iman di atas perasaan.”

d. Bagi mereka yang berlebihan dalam mencintai pasangannya, berhati-hatilah karena bisa jadi Allah akan menghadiahi dirinya berupa “ditinggalkan oleh orang yang dicintai”. Umumnya hal itu terjadi setelah menganggap remeh nasehat “jangan mencintai makhluk secara berlebihan. Dan jangan bersandar kepada manusia. Nanti kalau dia geser, kamu akan jatuh”. Dan akhirnya jatuh sungguhan.

e. Bagi mereka yang mempunyai kolestrol tinggi, biasanya akan menyesal karena membantah nasehat-nasehat “jangan terlalu banyak makan-makanan yang tidak sehat”.

f. Bagi mereka yang melakukan aborsi akibat pergaulan bebas, biasanya akan menyesal karena membantah nasehat “jangan berzina, bahkan mendekatinya pun jangan”.

g. Bagi mereka yang dililit hutang ribawi, biasanya akan menyesal karena membantah nasehat “jauhi hutang ribawi yang mencekik leher” dengan alasan “kalau tidak demikian (hutang ke rentenir), tidak akan pernah bisa beli motor.” Seakan ia tak memiliki Allah saja.

h. Bagi mereka yang hilang akal karena kehilangan junjungan jiwanya dan mengakibatkan jiwanya terguncang, bisa jadi hal itu terjadi karena mereka mengabaikan nasehat “jangan berlebihan dalam menanggapi sebuah perasaan”

i. Dan bagi mereka yang membiarkan anak-anaknya untuk tidak shalat hingga mencapai aqil baligh, kelak mereka akan menyesal karena seakan-akan tak pernah mendengar nasehat Nabi Muhammad “marahi anakmu ketika tidak shalat saat ia berusia tujuh tahun. Dan pukullah dia kalau tidak shalat saaat telah berusia sepuluh tahun” [3]

j. Dan yang kikir untuk sedekah, kelak akan menyesal ketika di muka bumi ini tak akan ada lagi orang yang mau menerima sedekah [4]

k. Dan bagi mereka yang hingga saat ini ngeyel  terhadap nasehat ulama yang lurus, saya khawatir, mereka kelak akan menyesal saat di negeri ini terjadi huru-hara dan kekacauan massal karena telah mengabaikan nasehat para ‘alim ulama. Dan di jaman ini pun mulai banyak yang menyesali pilihan di masa lalu.

Fitnah itu sebelum terjadi, para ulama mengetahuinya. Setelah terjadi, orang-orang awam baru mengetahuinya“. [5]

Di atas adalah sekelumit contoh yang sering kita jumpai di dalam kehidupan. Sekali lagi, tulisan ini hanya mengevaluasi diri kita sendiri.

7. Begitulah. Nasehat-nasehat yang diberikan kepada mereka tidak mempan. Maka jangan salahkan Allah jika Dia bekerja dengan cara-Nya sendiri. Semua itu dengan tujuan agar kita selamat dari kesengsaraan di dunia dan akhirat.

8. Bagi para pecinta dunia, nasehat-nasehat berupa teori sulit mempannya. Terkadang, kejadian yang pahit merupakan cara yang paling efektif untuk menyadarkan kita untuk kembali menuju Allah. Semoga Allah mengampuni kita jika kita termasuk di dalamnya.

9. Seringkali, kita meminta kepada Allah agar diberikan solusi ketika kepahitan datang melanda. Padahal, Allah-lah solusi dari setiap masalah. Maka mengapa kita tidak meminta agar bisa berdekatan dengan-Nya saja?

Untuk sementara ini, tulisan ini menjadi pembuka dari pembahasan kita tentang Menikmati Kepahitan. (sudah 3 halaman Microsoft Word nih). Insya Allah selanjutnya kita akan membahs lebih lanjut.

Surabaya, 6 Januari 2017/ 8 Rabiul Ats Tsani 1438 H.

Referensi:

[1] Kitab Al Hikam poin 242 karya Syaikh Ibnu Athaillah As-Sakandari. Dikuatkan juga dengan dibacakan dalam kajian Kitabul Hikam oleh K.H. Abdullah Gymnastiar.

[2]  Banyak beredar di internet dan dinisbatkan kepada Ibnul Qayyim Al Jauziyah, Kitab Al Fawaid.

[3] HR. Abu Daud no 495 dengan sanad hasan. Redaksi tepatnya adalah, “Perintahkanlah anakmu shalat pada usia tujuh tahun dan pukullah dia karena (meninggalkan)nya pada usia 10 tahun dan pisahkan tempat tidur mereka.”

[4]Shahiih al-Bukhari , kitab al-Fitan (XIII/81-82, al-Fat-h), dan Shahiih Muslim, kitab az-Zakaah, bab Kullu Nau’in minal Ma’ruuf Shadaqah (VII/97, Syarah an-Nawawi).


[5] Dinisbatkan kepada Imam Hasan Al Bashri sebagaimana disebutkan di dalam muslim.or.id bahwa atsar ini shahih.

1 komentar:

  1. poin yang a, ini memang sangat menarik untuk pelajar. terutama bagi mereka yang menganggap remeh suatu matpel, padahal itu penting. jazzakalloh mas nan telah mengingatkan.

    BalasHapus