Tahun 2008, Amerika dan Eropa
sedang dicengkram krisis global. Tapi ajaib! Indonesia menjadi salah satu
negara yang selamat dari ancaman tersebut, meski tak sepenuhnya. Tepuk tangan
untuk negeri ini pun membahana. Mungkin tepatnya standing applaus. Hasilnya, banyak
negara yang mengantri untuk menjadi investor di negeri subur ini. Indonesia
bangga, karena harga dirinya terangkat setelah sekian lama dipandang sebelah
mata, terlebih dari ujung sedotan.
Namun pada Desember 2012,
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan bahwa hutang Indonesia mencapai angka
Rp 1.850 trilyun. Dan hingga bulan Mei 2013 (maaf tidak up date), angka tersebut meningkat menjadi Rp 2.036 trilyun.
Fantastis! Hanya dalam kurun waktu sekian hutang bertambah Rp 186 trilyun.
Kita sedikit menengok ke
jaman kemerdekaan. Sekutu yang saat itu menyandang sebagai pemenang Piala Dunia
II, maaf maksud saya Perang Dunia II, harus dibikin malu oleh pejuang
kemerdekaan Indonesia. Betapa tidak, justru saat mereka baru saja merasakan
euforia kemenangan militer dan politik itu, mereka harus kehilangan dua brigadir
jenderalnya, Brigjen Mallaby dan Brigjen Robert Guy Loder Symonds. Tidak
main-main, konon mereka turut menjadi pahlawan penting saat menghadapi Jerman,
Jepang, dan Itali. Tapi di negeri ini, mereka dipaksa untuk mengibarkan bendera
putih, bahkan para serdadu Inggris menyebut pertempuran di Surabaya itu sebagai
neraka di timur Jawa. Hebat bukan buatan negaraku ini.
Namun, kabarnya di
beberapa sekolah, guru-guru dipaksa bermain petak umpet oleh murid-muridnya
karena tidak ikut upacara bendera, tak hafal lagu Indonesia Raya, atau bolos karena tawuran yang disebabkan berebut
sepuntung rokok. Beberapa dosen juga ada yang dipermudah oleh mahasiswanya.
Sebab sang dosen akan memberi nilai dengan konsep satu untuk semua sebagai hadiah untuk beberapa mahasiswa yang
coretan jawaban di kertas ujiannya sama persis.
Belum lagi hasil survei
yang menunjukkan, 21 persen remaja di Indonesia pernah melakukan aborsi. Itu masih
yang terhitung saja. Yang belum terhitung? Yang melakukan seks bebas namun tak
sampai hamil? Yang melakukan perbuatan mesum? Masya Allah!
Dari akademik, kita perlu
berbangga banyaknya raihan medali di ajang internasional yang digondol oleh akademisi-akademisi cerdas
di tanah air ini. Sebut saja bunga, maksud saya Septinus George Sa’a yang mampu
menyabet medali emas dalam ajang First
Step to Nobel Prize in Physics, pada 30 Maret 2004 silam. Ia berhasil
menemukan rumus baru tentang cara
menghitung hambatan antara dua titik rangkaian resistor tak hingga yang
membentuk segitiga dan hexagon. Tapi sekali lagi, hanya dia dan beberapa
rekannya yang memiliki kemampuan seperti itu. Sementara masyarakat, mungkin
termasuk saya, hanya sibuk membangga-banggakan Indonesia dengan konsep Pars pro Toto, mendomplengkan nama
padanya.
Hangat-hangat
Tahi Ayam
Sepertinya kita memang
terlalu asyik dan terlena oleh kejayaan sementara. Sehingga isu-isu yang
berkembang di masyarakat hanyalah sekedar isu yang hangat-hangat tahi ayam. Isu yang hangat ketika peristiwanya baru
terjadi, namun akan menguap bersama lunturnya kejayaan itu. Dan akhirnya hilang
dari peradaban. Negara ini telah ternina bobokan oleh sanjungan atau
prestasinya.
Kita terlalu banyak
membanggakan sejarah masa lalu dan terlalu bangga dari mana kita berasal Dan
sayangnya, kita menikmati itu. Fakta bahwa negeri ini besar, negeri ini kaya,
negeri ini berpotensi, bisa jadi hanya akan diulas oleh buku-buku Ilmu
Pengetahuan Sosial yang membuat anak-anak SD menjadi percaya diri. Namun
setelah dewasa, rasa PD itu akan hilang ditelan minder yang tak bertepi.
‘’Pada akhir zaman, yang penting bukan siapa dirimu saat dilahirkan. Tapi siapa dirimu didalam hati’’ (Godfrey dalam Kingdom of Heaven)
Anugerah yang diberikan
Tuhan Yang Maha Kuasa ini seakan-akan hanya kita syukuri dengan mengucapkan
hamdallah di awal saja. Setelah itu, terserah mau digunakan untuk apa. Terserah gue donk. punya-punya gue juga.
Padahal, salah satu konsep syukur adalah memanfaatkan nikmat dengan optimal
sehingga bisa digunakan untuk kebaikan. Bukan sembarang pakai setelah
mengucapkan hamdallah.
Ah, sepertinya sepertinya
saya berbicara terlalu tinggi. Saya terlalu muluk
mengangkat masalah ini hingga level negara. Barangkali ada baiknya, saya
membahas per orang saja. Mungkin itu lebih ringan dan lebih aman.
Mari kita sedikit
merenung. Berapa banyak orang yang mengatakan kita memiliki potensi ini-itu
yang besar dan memiliki masa depan yang cerah karena potensi tersebut? Tapi
pada akhirnya kita terlena oleh pujian itu. Kita dinina bobokan oleh pujian itu
hingga kita tertidur. Kemudian baru bangun ketika yang lain akan menyentuh
garus finish namun kita masih di
tengah perjalanan. Jauh tetinggal di belakang. Meski sebenarnya lari
kita jauh lebih deras.
Kita perlu memaksimalkan
sumber daya yang kita miliki hingga titik nadir. Hingga kita payah. Soal hasil,
kita serahkan pada Tuhan yang bersemayam di atas 'Arsy. Ini bukan soal promosi,
tapi untuk gampangnya, mungkin bisa dijadikan contoh. Mobil-mobil hemat energi
yang dikreasikan arek-arek ITS yang katanya CAK itu, seringkali mendapatkan
penghargaan.
Bahkan seandainya mereka
tak mendapatkan piala pun, mereka juga pantas mendapatkan penghargaan. Sebab
apa, usaha mereka yang maksimal sebagi bentuk ungkapan rasa syukur. Mereka tak
kenal lelah. Dan saya yakin, mereka bekerja bukan karena uang tapi karena ingin
berkontribusi. Indah sekali kata kontribusi ini, terdengar beradab. Nah,
sayangnya, karya mereka beberapa kali harus duduk manis menempati singgasananya
di museum.
Sayang sekali, hasil kerja
keras mereka yang cemerlang tersebut hanya menjadi pajangan. Bapak-bapak
pemegang kebijakan bisa saja membiayai penelitian mereka lebih lanjut, kemudian
diproduksi massal. Hasilnya? Sungguh luar biasa, Insya Allah. Indonesia bisa
lebih menghemat energi. Ah, mudahnya memberi saran. Ohoi, kamu pikir gampang
ngurus negara yang kompleks begini. Ah, maaf. Hanya beropini dengan pengetahuan
saya yang rendah. Lah ini ujung-ujungnya ngomongin negara lagi.
Timnas
Namun belakangan ini ada
kabar yang menggembirakan dari negara Zamrud Khatulistiwa ini. Prestasi Evan
Dimas dkk di kancah ASEAN, Piala AFF sedikit mengobati rasa jenuh masyarakat
Indonesia akan badai masalah yang doyan
mampir. Pujian melangit ditujukan kepada tim dan ofisial. Mereka disambut bak
pahlawan.
Menariknya, mereka tidak
atau tepatnya belum, namun semoga tidak, ternina bobokan oleh prestasi dan
pujian-pujian itu. Justru mereka mampu meraih prestasi yang lebih mencengangkan.
Mereka mampu menekuk Juara Piala Asia sebelumnya, Korea Selatan, dengan skor
3-2.
Syukur
Ternyata setelah ditelisik
lebih lanjut, ada salah satu faktor yang turut membantu Timnas U-19 ini. Yakni
syukur. Hal ini dibuktikan dengan selebrasi mereka dalam merayakan gol. Ya,
mereka sujud syukur. Satu hal yang jarang dilakukan pemain sepak bola
Indonesia. Dan lagi, mereka berusaha fokus pada karir, berusaha menjauhi suatu
hal yang sifatnya foya-foya dan hedonism. Barangkali ada yang mengatakan, ah, itu sih biasa saja. Terserah Anda,
ini hanya opini saja. Wallahu’alam.
Selebrasi kemenangan dan
mencetak gol kemudian disorot oleh banyak media. Jawaban yang diberikan Indra
Sjafri, Pelatih Timnas U-19 Indonesia, ‘‘Kenapa sih setiap gol buka baju atau
joget? Ini pengaruh budaya asing. Tapi ini masalahnya, kita mau apa nggak untuk mengangkat nilai-nilai
budaya kita sendiri. Kan nggak ada hal istimewa yang kita lakukan. Cuma sujud
syukur dan masyarakat merasa ini istimewa.’‘
Banyak suporter yang
merasakan sujud syukur adalah istimewa. Barangkali karena selama ini kita telah
lama melupakannya. Aha! Bisa jadi kita terninabobokan selama ini karena kurang
maksimal dalam mensyukuri nikmat yang Dia berikan. Ya, saat kita jarang
bersyukur, kita merasakan bahwa bersyukur adalah hal yang istimewa. Ah, mungkin
lain kali kita bisa bahas tema Saat
Tontonan Menjadi Tuntunan dan Tuntunan Menjadi Tontonan. Sepertinya asyik
juga.
Nina
bobo… Ooh Nina bobo..
Kalau
tidak bobo digigit nyamuk
Asing : Tidurlah
Indonesia! Jangan lawan kami! Kau akan aman!
Indonesia: Tidak! Aku
ingin merdeka!
Asing: Kalau begitu, kau
tidak akan tenang! Kami akan menyerangmu dengan kekuatan yang kami miliki.
Indonesia: (Berfikir, Apakah lebih baik tidur saja agar tidak
merasakan derita. Sepertinya nyaman juga. Ah, tidak-tidak. Bukankah justru itu
deirta yang sebenarnya.) Tidak! Lebih baik aku merasakan derita dari pada
harus mengikuti keinginanmu yang melawan hati nuraniku!
Asing: (Melongo, tak
menyangka Indonesia seberani itu)
Dan
(ingatlah) ketika Tuhan-mu Memaklumkan, ‘’Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
niscaya Aku akan Menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka pasti azab -Ku sangat berat.’’ (Q.
S. Ibrahim: 7)
Nanda Iriawan Ramadhan
Mahasiswa Jurusan Fisika
-Dalam Insomnia-
Saya sadar, saya belum
melakukan banyak hal untuk Indonesia. Tapi kita bisa berbagi peran di level
masing-masing. Saya hanya ingin belajar menjadi mahasiswa yang baik dengan
menjalankan dua dari empat peran dan fungsi mahasiswa, social control dan moral force. Ah, elegan sekali
kelihatannya.
Tulisan ini juga dimuat di website ITS
0 komentar:
Posting Komentar