H-beberapa jam Pilpres 2014
Aku takkan mengucapkan selamat kepadamu tentang pemilu ataupun demokrasi. Karena bagiku, tak pantas mengucapkan selamat sementara akidah ini dipertaruhkan ketika masuk ke dalamnya.
Tentang pesta demokrasi, itupun perlu hati-hati. Karena pesta, bagiku lebih identik dengan suatu perayaan atas sebuah pencapaian yang menyenangkan.
Cukuplah bagi kita, jika masuk ke dalamnya, hanya sebagai sarana untuk mencegah kerusakan yang lebih besar. Bukan untuk merayakannya. Bukan untuk menikmatinya hingga menjadi candu dan jalan praktis.
Karena perayaan, identik dengan sebuah kemenangan. Sementara bagiku, tak pantas ada perayaan sementara kita menderita kekalahan. Ya, kekalahan karena kita kehilangan sistem yang selama ini ditawarkan oleh Allah.
Cukuplah bagi kita, masuk ke dalamnya karena sebuah keadaan yang terlanjur mencengkram kehidupan kita. Sebuah keadaan yang jika tidak masuk, akan menyebar kecurangan dan ketidakadilan. Ya, cukup sampai di situ. Bukan untuk menikmati. Bukan untuk tenggelam dan terseret arus sehingga mematikan idealisme.
Aku takkan mengucapkan selamat padamu, tapi aku memohon pada Allah. Agar Dia berkenan menyelamatkan Indonesia. Lewat dirimu, kawan. Ya, lewat dirimu. Jadi tolong, jadilah orang yang diberi peran oleh Allah untuk menyelamatkan Indonesia.
Jadi tolong, selamatkan Indonesia. Pilihlah dia yang menurutmu mampu menenangkan hati Indonesia. Pilihlah dia yang menurutmu mampu menjadikan Indonesia bangkit kembali.
Tolong, selamatkan Indonesia. Bangkitkan Indonesia. Agar Indonesia mampu menegakkan harga dirinya kembali. Sebagaimana dulu saat Pak Karno membacakan Surat Al Hujurat ayat 43 “Hai, sekalian manusia, sesungguhnya Aku telah menjadikan kamu sekalian dari seorang lelaki dan seorang perempuan, sehingga kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu sekalian kenal-mengenal satu sama lain. Bahwasanya yang lebih mulia diantara kamu sekalian, ialah yang lebih taqwa kepadaKu”.
Ayat itu belau bacakan dengan lantang dalam sidang PBB XV yang diselenggarakan di New York.
Tentu kita merindukan hadirnya nafas Islam yang sempurna dan menyeluruh di bumi Indonesia. Islam yang menghadirkan sebuah kesejukan dalam seluruh sendi kehidupan. Tentu kita merindukan itu. Namun kita juga tidak ingin kehilangan Islam sama sekali bukan?
Maka tolong, selamatkan Indonesia. Bangkitkan kembali Indonesia. Kita tidak pernah benar-benar tahu siapa yang akan membawa Indonesia menjadi lebih baik. Yang kita tahu hanyalah apa yang disampaikan media.
Ya, hanya Allah yang tahu tentang ini. Maka, berdoalah agar Dia berkenan memberikan petunjuk kepada kita tentang siapa yang mampu memimpin Indonesia untuk kembali mempunyai mimpi yang selama ini hilang. Mimpi yang selama ini kita lupakan karena terlalu sibuk dengan badai korupsi, gelombang perzinahan, sekulerisme, liberalism, dan kampanye hitam.
Jadi kawan, aku takkan mengucapkan selamat padamu tentang pemilu ataupun demokrasi. Tapi tolong, lakukan sesuatu agar Indonesia tidak lagi terpaksa untuk mengikuti mimpi negara lain lagi. Maka, berdoalah agar petunjuk itu datang, siapa yang lebih pantas untuk memimpin negeri ini dengan realita yang kita hadapi seperti sekarang ini.
Jika ada yang mengatakan “Sama saja siapapun pemimpinnya, kita bakalan masih aja miskin dan kerja kayak gini,” maka biarkanlah. Biarkanlah dia begitu. Karena ia masih berfikir untuk dirinya sendiri. Dia belum terbiasa untuk memikirkan hidup orang lain yang berada di pelosok negeri yang berbeda.
Ini tentang tawakkal kepada-Nya. Ini tentang penyikapan kita terhadap sistem yang meski hati kita menolak, tapi kita tidak bisa lepas darinya untuk saat ini.
Aku paham, ada yang tidak setuju dengan tulisan ini. Tapi bahasan itu telah berlalu, dan perbedaan pendapat tentang ini masih belum usai. Aku paham, sejatinya nasehat ini lebih pantas kutujukan pada diriku sendiri. Bukan kepadamu.
Suara rakyat, bukanlah suara Tuhan. Karena tidak semua rakyat mengikuti apa yang telah difirmakan-Nya. Maju mundurnya negara kita, bukan kita yang menentukan. Tapi Allah yang menentukan. Dan kita tentu berharap, menjadi orang yang diberi peran oleh Allah, untuk membawa Indonesia menjadi lebih baik.
Dalam imaji, berharap ada calon pemimpin yang berdo’a,
“ Ya Allah, Engkau yang mengetahui kualitas kami. Engkau yang mengetahui siapa yang terbaik untuk negeri kami. Maka Ya Allah, kami serahkan segala yang kami upayakan selama ini kepada-Mu. Kami bertawakkal kepada-Mu, maka cukupkanlah segala keperluan keperluan kami. Sebagaimana janji-Mu dalam suat ATh Thalaq ayat tiga.
“Ya Allah, jika yang Kau pilih adalah kami, tolong berikan kami pundak yang kuat untuk memikul amanah yang berta ini.Letakkan dunia di tangan kami, jangan di hati kami.
Tapi Ya Allah, JIKA BAGI-MU, YANG TERBAIK UNTUK MEMIMPIN INDONESIA BUKANLAH DARI KAMI, maka berikanlah kemampuan kepada kami untuk membantu pemimpin kami dalam membawa negeri ini mendapatkan rahmat dari-Mu.”
Aku takkan mengucapkan selamat kepadamu tentang pemilu ataupun demokrasi. Karena bagiku, tak pantas mengucapkan selamat sementara akidah ini dipertaruhkan ketika masuk ke dalamnya.
Tentang pesta demokrasi, itupun perlu hati-hati. Karena pesta, bagiku lebih identik dengan suatu perayaan atas sebuah pencapaian yang menyenangkan.
Cukuplah bagi kita, jika masuk ke dalamnya, hanya sebagai sarana untuk mencegah kerusakan yang lebih besar. Bukan untuk merayakannya. Bukan untuk menikmatinya hingga menjadi candu dan jalan praktis.
Karena perayaan, identik dengan sebuah kemenangan. Sementara bagiku, tak pantas ada perayaan sementara kita menderita kekalahan. Ya, kekalahan karena kita kehilangan sistem yang selama ini ditawarkan oleh Allah.
Cukuplah bagi kita, masuk ke dalamnya karena sebuah keadaan yang terlanjur mencengkram kehidupan kita. Sebuah keadaan yang jika tidak masuk, akan menyebar kecurangan dan ketidakadilan. Ya, cukup sampai di situ. Bukan untuk menikmati. Bukan untuk tenggelam dan terseret arus sehingga mematikan idealisme.
Aku takkan mengucapkan selamat padamu, tapi aku memohon pada Allah. Agar Dia berkenan menyelamatkan Indonesia. Lewat dirimu, kawan. Ya, lewat dirimu. Jadi tolong, jadilah orang yang diberi peran oleh Allah untuk menyelamatkan Indonesia.
Jadi tolong, selamatkan Indonesia. Pilihlah dia yang menurutmu mampu menenangkan hati Indonesia. Pilihlah dia yang menurutmu mampu menjadikan Indonesia bangkit kembali.
Tolong, selamatkan Indonesia. Bangkitkan Indonesia. Agar Indonesia mampu menegakkan harga dirinya kembali. Sebagaimana dulu saat Pak Karno membacakan Surat Al Hujurat ayat 43 “Hai, sekalian manusia, sesungguhnya Aku telah menjadikan kamu sekalian dari seorang lelaki dan seorang perempuan, sehingga kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu sekalian kenal-mengenal satu sama lain. Bahwasanya yang lebih mulia diantara kamu sekalian, ialah yang lebih taqwa kepadaKu”.
Ayat itu belau bacakan dengan lantang dalam sidang PBB XV yang diselenggarakan di New York.
Tentu kita merindukan hadirnya nafas Islam yang sempurna dan menyeluruh di bumi Indonesia. Islam yang menghadirkan sebuah kesejukan dalam seluruh sendi kehidupan. Tentu kita merindukan itu. Namun kita juga tidak ingin kehilangan Islam sama sekali bukan?
Maka tolong, selamatkan Indonesia. Bangkitkan kembali Indonesia. Kita tidak pernah benar-benar tahu siapa yang akan membawa Indonesia menjadi lebih baik. Yang kita tahu hanyalah apa yang disampaikan media.
Ya, hanya Allah yang tahu tentang ini. Maka, berdoalah agar Dia berkenan memberikan petunjuk kepada kita tentang siapa yang mampu memimpin Indonesia untuk kembali mempunyai mimpi yang selama ini hilang. Mimpi yang selama ini kita lupakan karena terlalu sibuk dengan badai korupsi, gelombang perzinahan, sekulerisme, liberalism, dan kampanye hitam.
Jadi kawan, aku takkan mengucapkan selamat padamu tentang pemilu ataupun demokrasi. Tapi tolong, lakukan sesuatu agar Indonesia tidak lagi terpaksa untuk mengikuti mimpi negara lain lagi. Maka, berdoalah agar petunjuk itu datang, siapa yang lebih pantas untuk memimpin negeri ini dengan realita yang kita hadapi seperti sekarang ini.
Jika ada yang mengatakan “Sama saja siapapun pemimpinnya, kita bakalan masih aja miskin dan kerja kayak gini,” maka biarkanlah. Biarkanlah dia begitu. Karena ia masih berfikir untuk dirinya sendiri. Dia belum terbiasa untuk memikirkan hidup orang lain yang berada di pelosok negeri yang berbeda.
Ini tentang tawakkal kepada-Nya. Ini tentang penyikapan kita terhadap sistem yang meski hati kita menolak, tapi kita tidak bisa lepas darinya untuk saat ini.
Aku paham, ada yang tidak setuju dengan tulisan ini. Tapi bahasan itu telah berlalu, dan perbedaan pendapat tentang ini masih belum usai. Aku paham, sejatinya nasehat ini lebih pantas kutujukan pada diriku sendiri. Bukan kepadamu.
Suara rakyat, bukanlah suara Tuhan. Karena tidak semua rakyat mengikuti apa yang telah difirmakan-Nya. Maju mundurnya negara kita, bukan kita yang menentukan. Tapi Allah yang menentukan. Dan kita tentu berharap, menjadi orang yang diberi peran oleh Allah, untuk membawa Indonesia menjadi lebih baik.
Dalam imaji, berharap ada calon pemimpin yang berdo’a,
“ Ya Allah, Engkau yang mengetahui kualitas kami. Engkau yang mengetahui siapa yang terbaik untuk negeri kami. Maka Ya Allah, kami serahkan segala yang kami upayakan selama ini kepada-Mu. Kami bertawakkal kepada-Mu, maka cukupkanlah segala keperluan keperluan kami. Sebagaimana janji-Mu dalam suat ATh Thalaq ayat tiga.
“Ya Allah, jika yang Kau pilih adalah kami, tolong berikan kami pundak yang kuat untuk memikul amanah yang berta ini.Letakkan dunia di tangan kami, jangan di hati kami.
Tapi Ya Allah, JIKA BAGI-MU, YANG TERBAIK UNTUK MEMIMPIN INDONESIA BUKANLAH DARI KAMI, maka berikanlah kemampuan kepada kami untuk membantu pemimpin kami dalam membawa negeri ini mendapatkan rahmat dari-Mu.”
Surabaya, 11 Ramadhan 1435/ 08 Juli 2014