Minggu, 03 Januari 2016

Dua Hal Sederhana Saja


Jaman dahulu ada seseorang yang telah buntung kedua tangan dan kedua kakinya. Pendengarannya telah lemah. Matanya telah rabun. Dalam catatan sirahnya tersebut, Ustadz Firanda melanjutkan bahwa tidak satu anggota tubuh orang itu yang bermanfaat baginya kecuali lisannya, orang itu berkata,

"Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memujiMu sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugrahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku diatas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan"

There is nothing happens wihout any reason. Tidak ada yang terjadi tanpa adanya sebab. Dan dari semua kejadian di dunia ini, bahkan di akhirat nanti, Allah-lah yang berperan sebagai sebab utama, Causa Prima.

            Setiap peristiwa yang kita hadapi, entah bagaimana lika-likunya, entah bagaimana ia menyesakkan dada, entah sepanjang apa waktu yang diperlukan, entah seluas apa kesabaran yang diperlukan, pasti ada maksud dari Allah untuk kita. Dari peristiwa-peristiwa tersebut, pastinya Dia ingin mendewasakan kita. Kuncinya hanya satu, yakin. Percaya bahwa Allah akan mendewasakan kita agar siap menjadi hamba-Nya yang pantas untuk berada di kelas yang lebih tinggi. Seperti saat kita sekolah. Sebelum naik kelas, kita diharuskan untuk lulus dari ujian kenaikan kelas bukan?

            Dewasa yang saya maksud di sini adalah kemampuan bersabar dan bersyukur atas kehidupan yang kita jalani. Seperti yang dikatakan ‘Umar bin Khattab radhliallahuanhu.

Andaikan sabar dan syukur
Adalah dua tunggangan
Aku jadi tak peduli
Mana yang harus kukendarai

            Sabar dan syukur. Keduanya telah lama saya dengar. Namun begitulah manusia, seringkali melupakan hal-hal sederhana yang sebenarnya menjadi sebab kebahagiaan. Begitu juga saya. Lupa. Belakangan ini, ada dua kalimat yang mengingatkan saya tentang sabar dan syukur.

            Pertama, seseorang yang mengatakan kepada saya bahwa sabar bukanlah kemampuan menunggu. Melainkan kemampuan untuk bersikap baik selama menunggu. Betapa sering kita mendefinisikan sabar sebagai kemampuan untuk menunggu saja. Selama menunggu, kita terkadang hanya bengong, gelisah tanpa arah, dan khawatir terhadap masa depan tanpa melakukan apapun.

Kepada dia yang mengingatkan saya tentang kesabaran, saya ucapkan terima kasih. Semoga Allah membalasnya dengan sebaik-baik balasan.

            Menunggu memang sesuatu yang menghadirkan kegelisahan. Tetapi dalam penantian, ada banyak hal yang bisa kita lakukan. Itulah susahnya. Setiap orang pasti telah, sedang, dan akan menanti.

Penantian apa? Banyak. Penantian datangnya pertolongan Allah. Penantian datangnya hidayah Allah. Penantian datangnya kemenangan. Penantian datangnya rejeki. Penantian datangnya awal bulan untuk menerima gaji. Penantian selesainya jam kuliah saat diajar dosen yang killer. Penantian datangnya buah hati bagi mereka yang telah menikah. Penantian datangnya kesembuhan bagi mereka yang sakit. Penantian datangnya jodoh yang telah lama didamba dalam do’a harian. Dan banyak penantian lain.

Maka dalam penantian tersebut, jangan sampai kita kalah oleh perasaan galau. Jangan sampai kalah oleh kegelisahan. Jangan sampai kita kalah oleh penantian yang tidak produktif. Kita bisa meningkatkan kualitas diri kita selama penantian itu. Dan yang paling penting, kita bisa meningkatkan kepasrahan kita kepada Allah selama penantian.

Kita bisa saja berusaha sekeras apapun yang kita mau. Tapi lupakah kita bahwa segala keputusan ada pada-Nya? Maka dalam penantian, kita bisa melakukan istikharah. Memohon petunjuk kepada Allah apakah sesuatu/seseorang yang kita tunggu memang benar-benar harus kita tunggu di tepi kesabaran yang terus meluas setiap harinya. Meski kita tidak tahu kapankah sesuatu/seseorang itu datang kepada kita. Apakah sesuatu/seseorang itu memang harus kita perjuangkan sedemikian kerasnya? Istikharah!

Dan itulah sabar yang sesungguhnya. Sabar yang semakin mendekatkan diri kepada Allah. Mungkin karena itulah, dalam Al Qur’an Surat Az-Zumar ayat 10, Allah menjanjikan pahala yang tanpa batas bagi orang-orang yang bersabar. Karena selama menunggu, kita tetap bisa bersikap baik. Karena selama menunggu, kita tetap mengutamakan Allah dalam segala hal. Itulah hal yang tidak banyak orang bisa melakukannya.

قُلْ يَا عِبَادِ الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَأَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةٌ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ -١٠-
Katakanlah (Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman! Bertakwalah kepada Tuhan-mu.” Bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.(Q.S. Az-Zumar: 10)

            Kedua adalah Panglima Besar Jenderal Soedirman. Melalui sumber dari internet, saya menemukan nasehat yang dinisbatkan kepada beliau.

“Kadang kita terlalu sibuk memikirkan kesulitan-kesulitan sehingga kita tidak punya waktu untuk mensyukuri rahmat Tuhan.”

            Saya termenung begitu membaca kalimat jenderal karismatik ini. Benar rasanya. Semoga Allah memberikan ampunan dan rahmat-Nya kepada beliau.

            Kita kadang memikirkan kesulitan-kesulitan yang akan saya hadapi esok, lusa, dan seterusnya. Sehingga kita lupa mensyukuri apa yang telah Allah berikan untuk kita, padahal sebagian besar dari yang diberikan-Nya tidak pernah kita minta.

            Pernahkah kita meminta mata yang bisa melihat? Telinga yang bisa mendengar? Otak yang cerdas? Hidup di negara yang merdeka dan kaya ini? Pernahkah kita meminta itu semua? Tidak. Tapi kita seringali lupa mensyukurinya. Entah syukur dalam bentuk pujian kepada Allah maupun dalam bentuk perbuatan sebagi bukti bahwa kita bersyukur atas nikmat-Nya. Kita lupa.

            Kita juga sering meminta hal-hal yang belum kita miliki. Padahal apa-apa yang telah kita miliki saat ini dulunya juga merupakan hasil terkabulnya do’a-do’a kita kepada-Nya. Sayangnya kita seakan lupa mengucapkan terima kasih atas terkabulnya do’a-do’a tersebut. Yang ada setelah terkabul, kita meminta hal lain. Bukan meminta agar diberi kemampuan untuk bersyukur.

Allah menjanjikan dua hal terhadap sikap manusia terhadap nikmat yang Allah berikan kepada kita.

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ -٧-
‘Dan (ingatlah) ketika Tuhan-mu Memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan Menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab -Ku sangat berat.”’ (Q.S. Ibrahim: 7)

Mari kita syukuri semua yang telah kita miliki. Sebelum ia dicabut oleh pemiliknya. Selama ini kita masih memiliki segala sesuatu bukan berarti kita PASTI sudah bersyukur dengan baik, tetapi bisa jadi semua itu karena sifat-Nya yang Maha Pengampun. Dia masih ingin memberikan kepercayaan kepada kita. Dia masih memberikan kesempatan kepada kita barangkali kita menyadari sifat kufur lalu bertaubat.

Bagi yang bisa kuliah, syukurilah. Karena betapa banyak dari anak negeri ini yang mendamba bangku kuliah namun terbatas oleh biaya dan tanggung jawab keluarga.

Bagi yang telah bekerja, syukurilah. Karena betapa banyak dari mereka yang mencari rupiah dari lahan-lahan yang diharamkan oleh Allah.

Bagi yang telah merasakan indahnya mencintai dan dicintai, syukurilah benih-benih yang menggetarkan itu, bawalah ia dalam sujud. Bagi yang telah menikah, bersyukurlah karena sudah ada dia yang mengiringi langkah.

Dan bagi yang mimpinya belum tercapai, syukurilah. Mungkin saat ini rezeki yang diberikan Allah adalah rezeki berupa kesempatan untuk berdo’a, bersabar, dan berusaha. Karena rezeki itu banyak wujudnya. Tinggal kepekaan kita saja yang perlu dipertajam. Hidup terasa indah bukan?

Sabar dan syukur. Dua hal yang mungkin sering kita lupakan. Tulisan ini lebih tepatnya saya tujukan untuk mengingatkan diri saya sendiri. Dua kalimat yang saya temukan belakangan ini, saya yakin, bukan tanpa sebab Allah mempertemukan saya dengan keduanya. Kalimat-kalimat yang mengingatkan saya tentang sabar dan syukur.

“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2999 dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan radhiyallahu ‘anhu).

Surabaya, 3 Januari 2016.
Malam hari usai hujan deras mengguyur kota.

0 komentar:

Posting Komentar