Kamis, 29 Desember 2011

Seandainya Mereka Bisa Bicara

Tulisan ini terdiri dari 666 kata (termasuk judul), diikutkan dalam lomba cipta cerpen Flash Fiction Abatasa Library, Hong Kong . Alhamdulillah mendapat juara 3. Semoga ada nilai manfaatnya.

Perkenalkan, namaku Kalah. Aku telah lama mendambakan seorang gadis yang memikat hatiku untuk kunikahi. Gadis itu bernama Menang. Bagiku, di dalam dirinya ada keindahan, kecantikan, kebahagiaan, ketenangan, dan harapan. Karena itulah, tidak heran kalau banyak lelaki yang ingin menikahinya. Namun untuk dapat menikahinya, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum meminang gadis ayu itu. Sebenarnya sederhana saja persyaratan-persyaratan yang diajukan oleh Menang, tapi justru persyaratan-persyaratan yang sederhana itulah yang justru membuat banyak lelaki mengundurkan diri satu per satu untuk meminangnya.


Sebenarnya aku sendiri benar-benar ingin melamarnya, tapi aku belum cukup berani. Di situlah letak kesalahanku, aku tidak memiliki keberanian dan kepercayaan diri untuk melamarnya. Aku tahu kalau itu sebenarnya tidak baik. Berkali-kali aku mencoba untuk memberanikan diri, tapi semakin aku mencobanya, kepercayaan diriku semakin merosot. Hingga pernah pada suatu saat aku merasa tak pantas menjadi pendamping hidup Menang. Aku bimbang dan akhirnya aku memilih untuk melamar gadis lain saja yang tidak sesempurna Menang. Nama gadis itu adalah Lelah. Ketika itu aku telah merasa kelelahan untuk mendapatkan Menang, sehingga aku berpikir tak masalah mencari selain dia. Tapi jujur saja, ketika sesaat sebelum aku  melamar Lelah, hati dan pikiranku berontak. Hatiku menyuruhku untuk tidak melamar Lelah, apalagi menikahinya. Aku pun membatalkan niatku untuk melamar Lelah.

Kemudian aku kembali berusaha untuk mendapatkan gadis impianku, Menang. Aku lebih bersemangat daripada sebelumnya. Dan ketika aku sudah membulatkan tekadku untuk melamarnya, orang-orang yang mengetahui niatku, menertawakan dan menyindirku bahwa aku tidak akan mampu meraih Menang. Aku sempat bimbang, tapi kupikir perjalanan dan perjuangan telah berlangsung sejauh ini, aku tak boleh menyerah ! Aku meneruskan perjalanan untuk menjalankan niatku, tak perlu kugubris hinaan mereka!

Aku sampai di depan pagar rumah Menang. Kutekan bel pintu rumahnya, aku dipersilakan masuk. Aku senang sekali dan kusampaikan maksud kedatanganku pada kedua orang tua Menang. Mereka saling memandang dan sedikit terkejut. Mereka mengatakan,

“ Nak, sungguh kami sebenarnya senang kalau putri kami dilamar oleh seseorang sepertimu. Tapi dengan menyesal kami belum bisa menerima lamaranmu.” Aku bertanya-tanya.

“ Kenapa, pak? Ada yang salah dengan saya?”  Ayah Menang menggeleng dan mengambil nafas dengan berat, lalu terlihat ingin berbicara lagi.

“ Menang tadi pagi telah dilamar oleh seorang pemuda, namanya Sempurna.” Hatiku ngilu. Aku lemas. Aku terlambat beberapa langkah. Tidak, aku tidak percaya. Tapi itulah yang terjadi.

Malamnya, aku memandangi langit malam sendirian. Hatiku remuk, tak percaya bahwa Menang telah dilamar oleh Sempurna. Mustahil ada seorang gadis yang menolak lamaran seorang pemuda seperti Sempurna. Siapa yang akan menolak Sempurna? Dia adalah sosok pemuda yang baik, alim, cerdas, tampan, dan kaya. Dan aku tidak mampu membayangkan seorang Menang, gadis yang kuinginkan untuk menjadi istriku, menikah dengan orang lain. Aku tak bisa menerima kenyataan itu. Hingga aku akhirnya memutuskan untuk menceritakan masalahku pada seorang temanku yang seharusnya aku tidak meminta nasehatnya, nama temanku itu adalah Putus Asa.

Setelah mendengar ceritaku, dia memberi nasehat-nasehat yang menurutnya mampu meringankan hidupku. Aku setuju dengannya, toh walaupun sudah berusaha, aku tetap saja gagal. Hingga suatu waktu aku mendengar kabar bahwa Menang tidak bisa menerima Sempurna untuk menjadi suaminya. Aku terkejut bukan kepalang dan sangat senang mendengarnya. Saat itu juga, aku langsung lari meninggalkan Putus Asa dan mencari kebenaran berita yang baru kudengar tadi.
*****

Semilir angin berhembus pelan menerpa wajahku, masuk ke dalam jendela kamar yang didekorasi seperti kamar pengantin. Semerbak harum menyebar ke seluruh penjuru kamar akibat semilir angin yang berhembus tadi. Kulihat dia tersenyum malu ke arahku. Segan tapi berharap aku membalas senyumnya. Ada getaran aneh menjalar di hatiku.

“ Istriku, aku sungguh bahagia bisa memilikimu. Walau kuakui, tak mudah untuk mendapatkanmu.” Dia tersenyum dan mendekat.

“ Suamiku, aku hanya akan menerima siapapun yang bersunguh-sungguh untuk menikahiku. Dan aku hanya akan memilih yang terpilih. Bagaimana mungkin aku mau menikah dengan orang yang tidak serius, suamiku. Tidak harus memiliki kesempurnaan untuk menikahiku. Dan kaulah yang terpilih.” Ucapnya menenangkanku. Aku terharu mendengarnya. Lalu dia menambahkan,

“ Jika Adam dan Hawa, proton dan elektron, matahari dan kejora, susah dan senang, kekalahan dan kemenangan adalah pengantin semesta, maka aku adalah pengantin semestamu. Kalah dan Menang.”

2 komentar:

  1. ini ada versi hongkongnya?
    u r really fiction genre

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tidak ada. Lomba ini dalam bahasa Indonesia. Penyelenggaranya orang Indonesia yang mendirikan sebuah yayasan pendidikan di Hong Kong. Terima kasih sudah mampir. Blog ini bikin sebagai tugas jaman AHWA dulu

      Hapus