Senin, 28 November 2016

Hijrah

Sungguh beruntung orang-orang yang mempunyai niat untuk berhijrah, mewujudkannya, lalu konsisten di dalamnya meski banyak ujian yang menerpa pada tahap awal perjalanan hijrahnya. Banyak orang yang menganggap hijrah itu sangat mudah, tetapi realita di perjalanan menunjukkan, hanya mereka yang memiliki azzam (kemauan) yang kuat-lah yang akan tetap bertahan hingga garis akhir.


"Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji?" (Q.S. Al Ankabut: 2)

Tidak mudah untuk menjaga komitmen dalam berhijrah. Agar konsisten di dalamnya, kita harus mampu melompati batas-batas emosi. Ada rasa cinta pada junjungan hati, egois, gengsi yang harus dilompati. Bahasa mudahnya, mereka harus mampu untuk mengalahkan perasaan dalam perjalanan menuju jalan yang diyakini lebih baik. Tidak (terbawa perasaan) baper buta.

Hari ini, seseorang menyatakan tekadnya untuk berhijrah. Saya katakan padanya agar mempersiapkan kelapangan hati untuk menerima ujian. Mungkin aka ada pahit yang membersamai ujian. Tetiba ia dibayang-bayangi oleh rasa takut jika ujian yang akan dihadapinya terlalu pahit. Dengan jujur ia mengatakan bahwa hatinya belum kuat. Bayang-bayang kepahitan menari di pelupuk mata.

Belum sempat saya menanggapi kekhawatirannya, ia segera menguatkan dirinya sendiri. Dan benar saja, tidak lama setelah ia membulatkan tekadnya itu (hanya dalam waktu sekitar 6 jam), ujian datang cukup banyak. Singkat cerita, ia segera menolak berbagai peluang menggiurkan yang berusaha untuk menariknya kembali pada masa lalu. "Ini harus ditinggalkan, harga mati," mungkin begitulah jerit batinnya. Intinya dia siap untuk bertawakkal.

Alhamdulillah, di hari pertama dia selamat dari segala ujian dan tetap berada dalam hijrahnya. Semoga ia selamat sampai seterusnya. Aamiin.

Yang menjadi renungan saya adalah, kenapa dia bisa selamat dari ujian pertama? Yang pertama, karena pertolongan Allah. Kedua, karena ia BERSEGERA untuk menolak apa-apa yang bisa membuat hijrahnya rusak. Ia tidak kenal kompromi. Ia gunakan bahasa yang tegas untuk menolak meski kemudian ia menanyakan pendapat saya apakah bahasa yang dia gunakan berpotensi untuk melukai hati orang atau tidak.

Andai dia mengulur waktu sedikit saja penolakan itu, bisa-bisa hatinya goyah. Bisa-bisa setan masuk ke dalam celah yang terbuka dan menari-nari di atas keraguannya.

Ia mengajarkan kepada saya, jangan setengah-setengah jika bertaubat. Saya jadi teringat pada ayat yang menjelaskan sebab Allah SEGERA mengabulkan doa Nabi Zakaria 'alayhissallam dan istrinya, yaitu karena bersegera dalam mengerjakan kebaikan.

"Maka Kami Kabulkan (doa)nya, dan Kami Anugerahkan kepadanya Yahya, dan Kami Jadikan istrinya (dapat mengandung). Sungguh, mereka selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan, dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka orang-orang yang khusyuk kepada Kami." [Q.S. Al Anbiya: 90)

Hijrah pun ada banyak jenis. Hijrah dari junjungan yang selama ini dipuja karena sudah terlihat kemana sang pujaan berpihak. Hijrah dari perasaan yang menjauhkan dari Allah. Hijrah dari ketergantungan pada makhluk. Karena bergantung kepada makhluk banyak perihnya. Sementara bergantung pada Allah banyak manisnya.
Maka bagi kawan-kawan yang baru saja berhijrah, ber-SEGERA-lah lakukan kebaikan dan tolaklah kemungkaran (minimal dengan hati). Jangan beri ruang kompromi. Lalu segeralah bergabung dengan teman-teman lain yang sama-sama berhijrah. Jika berjalan sendirian, maka sungguh, godaan yang datang bisa saja menarik kita kembali menuju masa lalu yang harusnya sudah diselali. Relakah kita mengulanginya?

Ada juga yang berhijrah dalam memilih sikap. Yang dulunya diam dan cuek, mengatakan Allah tidak perlu dibela, tiba-tiba merasa bahwa dialah yang butuh pembelaan Allah di akhirat. Caranya dengan membela Allah di dunia. Yang tadinya cuek terhadap genosida yang terjadi di negeri tetangga, tiba-tiba tak hentinya meneteskan air mata pilu. Begitulah ceritanya jika hidayah Allah sudah bekerja. Sekeras apapun hati, akan lunak seketika jika Allah membungkusnya dengan petunjuk dan kepekaan hati.

Segala upaya dari hijrah yang kita lakukan memang tidak menjamin bisa merubah dunia secara signifikan. Memperbaiki dunia sedikitp saja belum tentu bisa. Tapi setidaknya, upaya kita ini mampu menunjukkan, kepada siapa kita berpihak. Karena keberpihakan kita Insya Allah akan menjadi saksi di akhirat kelak.

Ingat ya, BERSEGERA tanpa harus tergesa-gesa. Betapa indahnya BERSEGERA dalam kebaikan dan menolak kemungkaran bersama dengan pasangan halal.

Surabaya, 28 November 2016

-Nir-

0 komentar:

Posting Komentar