Sabtu, 31 Agustus 2013

Sekeping Jati Diriku dari Wartawan

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCHzHxQWorrn5xeCbz3DG7HonUca0D6vAaCQU8d1QWNgEEwtobRDamCVMiQ6uZ2lB-K_GaYUKiQC1XtxOOx0gBO2RLEvfLeKNlD7XJ1fW_9pM73fSo_G8SJSSwjcOSOEesV6F_bo-gq3kr/s200/jati+diri.jpeg

Dari dulu hingga sekarang, saya selalu saja suka tentang hal-hal yang berhubungan dengan pencarian jati diri. Entahlah, saya tidak tahu apa sebabnya. Tapi setiap kata itu saya temui, saya selalu tertarik. Bagi saya, pencarian jati diri tidak akan pernah berhenti. Karena setiap kali kita hidup dalam sebuah fase kehidupan, kita akan mengenali siapa diri kita sebenarnya jika kita memang merenungkannya. Semakin dalam kita merenung dan berfikir, semakin dalam perkenalan kita dengan diri sendiri.

Minggu, 25 Agustus 2013

Apa Kata Mereka tentang Fisika?

http://agusdwihartono.files.wordpress.com/2012/01/physics-logo.gif

Pilihan saya pada Fisika sebagai jurusan saya belajar untuk kuliah menimbulkan pro dan kontra dari orang-orang sekitarku. Tapi lebih banyak yang kontra. Rata-rata mengatakan, “Kok nggak nyambung?” Ada yang bilang,” Mending Teknik Mesin aja. Atau Teknik Elektro. Atau… Psikologi (lah, kalau ini malah nggak nyambung).” Maklum, saya sebelumnya sekolah di Sekolah Menenhag Kejuruan dengan Jurusan Mekanik Otomotif. Tapi saya tetap menjatuhkan pilihan pada Fisika.

Kawan, kalian tentu tahu seperti apa Fisika bukan? Nah,  di sini ada berbagai pendapat bagaimana fisika itu.  Di bawah ini adalah beberapa komentar tentang Fisika dari berbagai kalangan, mulai dari pelajar SMA,  SMK,  mahasiswa,  yang sudah kerja,  dosen,  ibu rumah tangga,  penulis, dll.  Tidak ada sebut merk di sini,  untuk menjaga privasi lah kawan.  Ketika saya bertanya ”Apa pendapatmu tentang Fisika? ”,  maka ini jawaban mereka.

Hargai Hidup, Syukuri Nikmat dengan Maksimal

Hidup terlalu pendek untuk dikeluhkan. Jika kita hanya mengeluh dalam hidup ini, kita tidak akan jalan kemanapun dan tidak akan menuai hasil apapun. Begitulah prinsip hidup mahasiswa Jurusan desain Produk ini. Berbekal pelajaran yang ditanamkan oleh keluarganya, dia berusaha untuk menghargai hidup dengan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya.

Setetes Air Mata dari Prostitusi

Belajar dan kuliah adalah salah satu tugas utama dari seorang mahasiswa. Tetapi apa jadinya jika status mahasiswa tersebut hanya mampu menghasilkan manfaat untuk diri sendiri saja? Denga prinsip hidupnya yang berusaha untuk bermanfaat bagi orang lain tanpa menjadi pribadi orang lain, mahasiswa yang bersala dari Tuban ini menrajut kisah dengan daerah prostitusi. Seperti apa kisahnya?

Nasib Berpihak kepada Pemberani

Hidup adalah pilihan. Baik itu pilihan untuk memenuhi rasa ingin tahu dengan berani melakukan hal-hal “gila”  ataukah membiarkan rasa itu menumpuk lalu mengendap dan mengkristal hingga akhirnya ditinggal mati oleh tuannya. Begitulah yang dialami oleh mahasiswa asal Jakarta ini. Berkat keberaniannya untuk memuaskan rasa ingin tahunya, segudang pengalaman berharga telah dirasakannnya. Seperti apa kisahnya? Simak cerita di bawah ini.

Jumat, 23 Agustus 2013

Air Terjun Wonosalam, We Come!

ITS- Galengdowo, Wonosalam, Jombang sekitar 97km
Sebenarnya saya agak bingung mau posting apa. Mungkin postingan ini kurang penting. Tapi mengingat tidak ada yang benar-benar penting dalam blog saya, nggak papa deh.

Salah satu mimpiku di tahun 2013 ini adalah aku mampu mengunjungi minimal 21 tempat-tempat baru. Melakukan perjalanan dan petualangan-petualangan baru yang belum pernah kusentuh. Dan kini angka tersebut kian mendekat. Dan inilah waktu yang tepat, saat liburan semester tiba. Libur tlah tiba! Libur tlah tiba!

Yang Terkenang Dariku (Surat untuk SC RDK)

Surat dari Seorang Alumni SC RDK
Untuk SC RDK JMMI ITS

Sahabat, aku ingin bercerita padamu. Kau ingin tahu tidak? Ah, kau memang selalu saja ingin tahu urusan orang. Tenang saja. Karena penasaran itu menyakitkan dan aku tak ingin menyakitimu, baiklah, akan aku ceritakan. Tapi janji ya, nanti nggak ada kalimat,” Kok curhat?” dengan nada PH atau pun PWK.

Suatu kala, di jaman antah berantah. Saat Semar masih berkawan dengan Gareng. Ah, maaf. Aku salah menceritakan kisah. Baik, aku akan serius. Ada orang yang memiliki kemampuan untuk mengamati berkas-berkas cahaya yang menerangi hidupnya lalu menyimpan cahaya itu untuk ia gunakan saat berada dalam kegelapan. Tingkat kemampuan untuk menyimpannya berbeda-beda.

Kamis, 22 Agustus 2013

Mengeluh

Jarum waktu berputar mengemas segala peristiwa.
Terkenang keadaan diri di masa lalu.
Yang dengan mudah dapat menggenggam kemenangan
Yang ketika langkah kakiku begitu deras saat berjalan

Tak seperti kini,
Jalanan berduri dan penuh kerikil tajam.
Membuat goresan luka dan aku terjatuh.
Kadang aku lelah
Dan merasa tak mampu lagi untuk terus berjuang.
Untuk meraih cita-cita,cinta,dan harapan.

Kadang aku ingin berhenti
Dan biarlah aku mengikuti arus yang mengalir.
Ah, pasti nyaman skali
Tapi Tuhan, bolehkah aku mengeluh?
Jujur, kini aku kelelahan.
Maaf, bukan maksudku untuk mengkufuri nikmat
Yang Kau beri
Tapi aku hanya ingin Engkau memberiku kekuatan yang jauh lebih kuat untuk mengatasi kelelahan yang mendera jiwaku.

Surabaya,040510

Lama Nggak Nulis

Saat kubaca jejak pena di masa lalu
Ada rindu yang menggoda untuk kembali
Saat kuterima permintaan tulisan baru
Ada saja rasa "ingin " menyelinap halus dalam kalbu
Saat kubaca goresan tinta para sahabatku
Ada gelitik halus untuk kembali menulis
Ah, sepertinya karya memang harus bertambah
Sepertinya karya memang harus lahir kembali
Bangkit dari sunyi

Seperti seorang perokok yang mengeluarkan asap yang telah dihisap

Memori from Kediri

Untuk semua sahabat di Kediri yang Allaah menakdirkan aku bertemu dengan mereka

sumber foto: http://kedirikab.go.id/images/stories/wisata/slg/Slg_night1.jpg

My brothers, tentu kalian masih ingat bukan saat-saat menyenangkan itu? Saat kita bersama-sama belajar untuk menjadi orang yang pintar(mungkin.Amin), saat kita sama-sama belajar mengerti apa arti hidup yang sebenarnya, saat kita berjuang membuat bangga orang-orang tercinta. Kalian tentu ingat itu semua.

Keremangan Kala Senja

Masuk dalam Antologi Puisi Komunita Pena Santri dengan sedikit perubahan setelah perenungan makna

Bukankah waktu pernah memberi pilihan padamu
Menerimanya lalu menjadikanmu kesatria langit
Atau mendiamkan dan membiarkannya menjadi kristal sesal
Hingga memaksamu berkeluh kesah

    Tidakkah kau ingat ketika itu
    Dengan angkuh kau katakan sebentar dan nanti
    Dengan sombong kau acuhkan dan campakkan dia
    Lalu waktu menantangmu
    Siapa yang menyesal pada akhirnya

Demi Allah yang bersumpah atas nama waktu
Cobalah tengok hidupmu sekarang
Di keremangan usiamu yang semakin senja
Hujan air mata darahmu menyesakkan batinmu

    Setumpuk sesal memenuhi rongga dada
    Saat waktu mengantarmu di senja usiamu
    Kau menangis

Air mata darahmu mengucur deras setelah kau tahu siapa dirimu sebenarnya

Katanya Toleransi?

“Ahhh… Mati aku! Terlambat lagi!” batin seorang pemuda. Dengan jantung yang berdegup kencang, Fulan memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan. Perasaan takut, harap, dan cemas bercampur aduk dalam hatinya.

Selagi Ada Waktu Untuk All Out, Kenapa Tidak?

Untuk apa sebenarnya kita kuliah? Cari prospek kerja yang bagus, bisa punya banyak kenalan, terlihat keren, ikut trend, atau belajar? Setiap mahasiswa tentunya mempunyai tujuan dan niat masing-masing untuk kuliah. Manakah yang salah dan manakah yang benar?

SKS Seharusnya Tidak Boleh Ada

Pagi itu, Gedung UPT Bahasa dan Budaya ITS masih terlihat begitu sepi. Suasana liburan begitu terasa. Di dalam gedung itu, terpajang berbagai lukisan dan gambar di dinding-dindingnya. Gambar-gambar dan lukisan-lukisan tersebut menyuguhkan pemandangan tentang berbagai kebudayaan yang ada di belahan dunia lain, misalnya The America Mosque dan Kota Paris di Prancis.

Film Kingdom of Heaven


  

Film yang disutradarai ole Ridley Scott ini membawa kita ke ratusan tahun yang lalu saat Perang Salib masih berlangsung. Ketika itu, raja Tentara Salib adalah raja Baldwin IV dan kalangan kaum muslimin yang diceritakan saat itu berada di bawah kepemimpinan Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi. Kedua raja tersebut saling menghormati satu sama lain dan berusaha untuk menjaga perdamaian antara kaum muslimin dan kaum kristiani.

Tak Terasa

Syawal Syawal Syawal! Tak terasa sudah sampai lagi di bulan Agustus. Sudah lebih dari pertengahan tahun. Rasanya baru saja kemarin masuk tahun 1434 H dan 2013 M.

Rasanya baru saja kemarin aku lulus sekolah menengah dan menginjakkan kaki di kampus ini.

Masih ada rencana. Cita-cita yang belum tergapai. Tugas. Tanggungan. Harapan. Cinta. Pekerjaan. Pelajaran. Perjalanan. Tempat-tempat asing yang belum kujelajahi.

Let's. Keep fight.

Jika mereka bertanya padamu tentang semangat
Jawablah bahwa bara itu masih tersemat dalam dadamu
Bahwa api itu masih bersemayam dalam dirimu
Bahwa matahari itu masih terbit dari hatimu
Bahwa Letupan itu siap meledak dalam duniamu!
Katakan itu pada orang-orang yang ragu akan kemampuan dirimu
Karena mimpimu saat ini adalah kenyataan untuk hari esok
-Imam Hasan Al- Banna-

Prasasti Syawal

Selamat  Jalan

Pagi ini dingin
Walau tak sampai menggigit tulang
Tapi tetap saja hawa pagi ini lebih dingin dari biasanya
Langit pun berwarna kelabu
Tampak  muram dan murung
Seakan khawatir hari-hari esok kurang makna tanpamu
Matahari bersembunyi di balik tirai mendung
Seperti harunya tak mau diketahui penduduk bumi saja
Semalam pun hujan  turun
Seolah langit menangisimu
Tak rela dengan pamitmu di penghujung pertemuan penuh rindu
Desau angin mengeluh
Mengaduh akan perjumpaan yang singkat
Untung saja halilintar dapat menahan histerisnya
Hingga tak membuat detik-detik perpisahan denganmu
Menjadi sedikit gaduh

Ayat- ayat Cinta

Preambule

Kalau dihitung-hitung, bisa dikatakan saya terlambaaat sekali menulis resensi buku ini. Tapi tak apalah. Saya tidak mampu menhahan tangan saya untuk tidak menulis resensi ini.

Selasa, 13 Agustus 2013

Prasasti Syawal II

Katanya…
Katanya…
Baru saja menjadi suci kembali
Tapi waktu menyembah Tuhan dilalaikan
Sibuk berkunjung ke sanak saudara
Demi menyambung tali silaturrahim

Ramadhan Kali Ini

Tulisan ini merupakan tantangan dari sekelompok teman yang sama-sama belajar menulis. Dengan model tulisan bebas, namun topik yang ditentukan.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ada sebuah kisah menarik yang dapat kita menjadi pelecut semangat bagi kita yang merasa selalu sibuk. Kisah ini bisa kita temui di berbagai sumber di dunia maya.

Seorang professor berdiri di depan kelas filsafat. Saat kelas dimulai, dia mengambil stoples kosong dan mengisi dengan bola-bola golf. Kemudian ia bertanya kepada murid-muridnya, apakah stoples sudah penuh? Mereka setuju.

Barangkali, Ternyata Kitalah Dalangnya


Kita selau bicara soal reaksi, dan tentu saja tindakan saya harus dihukum. Tapi kalau tidak ada provokasi, pasti tak ada reaksi. Provokasi dia sangat serius. Tindakan saya memang salah, tapi pelaku kejahatan yang sebenarnya adalah orang melakukan provokasi. (Zidane dalam wawancara dengan media Prancis, Canal Plus, tentang tandukan kepada Materazzi saat Final Piala Dunia 2006)
Di ruang tunggu tersebut, beberapa orang tampak mengantri ingin mengadukan perkaranya pada khalifah saat itu, Umar bin Khattab ra. Tibalah giliran orang itu. Seorang pemiliki kebun mengadu kepada Umar, bahwa untanya telah dicuri oleh beberapa pemuda yang menjadi pegawai dari seorang yang hidup di jaman Nabi Muhammad saw.

“Kalian yang melakukan?” tanya ‘Umar ra.

“Ya, Amirul Mukminin,” jawab salah seorang pemuda dari mereka. Umar menunduk dengan perasaan tak tega.

“Maka, aku akan melaksanakan hukum Allaah,” lanjut Umar. Para pemuda itu ketakutan. Tak percaya bahwa mereka akan menerima hukuman.

“Apa yang kau lakukan dengan untanya?” Umar mengejar mereka dengan pertanyaan.
“Kami menyembelih dan memakannya,” jawab salah seorang pemuda.

“Apa yang membuatmu melakukan itu?” Pemuda itu hendak bicara namun ia mengurungkannya setelah melirik ke arah majikannya. Umar pun curiga.
“Katakanlah dan jangan takut!” tegas Umar.

“Kelaparan telah menimpa kami, wahai Amirul Mukminin.” Umar mengalihkan pandangan menuju majikan dan bertanya menyelidik.

“ Kau tidak memberi mereka makan?” Sang majikan terdiam dan menunduk. Dan ada sepatah pun keluar dari lisannya.

Laa haula wa laa quwwata illa billaah. Kemana rasa belas kasihanmu? Kau memperkerjakan mereka tapi membuat mereka kelaparan. Seandainya mereka makan apa yang diharamkan Allaah maka aku akan membolehkannya. Sesuai dengan ayat, ‘barang siapa yang terpaksa bukan karena menginginkannya dan tak melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allaah Maha pengampun, Maha Penyayang’. Aku tidak menjatuhkan hukuman pada mereka karena mereka dalam keadaan terpaksa. Aku tidak akan menjatuhkan hukum pada perkara syubhat. Lebih baik aku menjatuhkan hukum pada perkara syubhat, pulanglah kalian” beberapa pemuda itu lantas pulang.

“Untaku bagaimana, Amirul Mukminin?” Tanya pengadu. Umar mengarahkan pandangan pada majikan beberapa pemuda tadi.

“Demi Allaah, kalau sampai aku menjatuhkan hukuman, aku akan menjatuhkan denda yang memberatkanmu. Karena kau adalah sumber masalahnya,” seru Umar kepada sang majikan. [1]

Begitulah. Vonis bisa berubah seketika. Terdakwa yang sebenarnya bisa berubah begitu kita telah mengetahui duduk perkara yang sebenarnya. Sayang, sering kali kita memberikan penilaian dari apa yang tampak di permukaan saja. Kita tidak berusaha menggali lebih dalam. Kita hanya melihat kulit buah yang mempesona meski sebenarnya isinya telah busuk dan penuh belatung.

Pun, seperti sekarang ini, saat kehidupan sosial mengalami dinamika yang sangat tinggi, manusia mulai banyak yang berubah. Beberapa kali kita dengar berita seorang ibu tega membunuh anaknya. Atau sering kita jumpai seorang bocah kecil sudah berani bohong kepada orang tuanya.

Lantas kita langsung memberikan vonis dan status salah kepada mereka. Memang, bagaimanapun mereka tetap salah. Tapi terkadang ada lakon utama yang menjadi sebab semua peristiwa itu terjadi. Sadarkah bahwa bisa saja kita yang menjadi penyebab mereka melakukan dosa itu. Bagaimana bisa?

Baiklah. Kita mulai dari seorang ibu yang tega membunuh anaknya yang masih kecil. Keluarga tersebut menderita kemiskinan sehingga anaknya tidak dapat sekolah, tidak dapat makan-makanan bergizi, dihina oleh teman-temannya, dan sakit-sakitan. Siapakah orang tua yang tega melihat anaknya merasakan derita tersebut? Maka saat derita itu telah mencapai titik jenuh, sang ibu gelap mata. Ia tidak ingin anaknya merasakan semua derita berkepanjangan. Sang ibu berfikir, sang putra akan terbebas dari derita jika anaknya itu meninggal. Maka, satu-satunya pilihan bagi sang ibu adalah, bunuh anak itu!

Banyak di antara kita yang tidak akan dapat menerima pandangan sang ibu ini. Tapi di manakah kita saat sang ibu membutuhkan bantuan agar lepas dari kemiskinan yang menghimpit? Jangan-jangan keluarga itu menjadi miskin karena kita yang kikir, enggan berbagi, dan apatis. Jangan-jangan mereka sebenarnya adalah korban keegoisan kita yang disibukkan dengan agenda pribadi untuk memperkaya dan mencari popularitas diri.

Sama halnya dengan si kecil yang suka berbohong tadi. Kebiasaan berbohong si kecil ini ternyata diajarkan sendiri oleh orang tuanya. Bagaimana bisa? Bisa saja. Mari kita tengok sepasang suami istri yang hendak pergi tanpa ingin melibatkan anaknya dalam perjalanan tersebut. Namun sang anak bersikukuh ingin ikut, sampai-sampai dia merengek-rengek pada orang tuanya. Kemudian ayah ibunya mengatakan, “Nak, di belakang ada sapi yang gemuk lho. Mau lihat nggak?” Begitu tahu tidak ada sapi dan orang tuanya sudah pergi, maka dia akan mengatakan dalam hati, ”Ohh, berarti yang seperti itu boleh,” [2]

Adilkah jika kita hanya melakukan mereka yang melakukan dosa tersebut padahal sebenarnya kitalah dalang dari dosa itu? Kita bisa saja tidak menjadi subjek, tapi justru kitalah yang melahirkan subjek itu tanpa kita sadari.

Maka mulai saat ini, alangkah lebih bijaknya kita tidak langsung menghukumi seseorang tanpa melihat masalah secara mendalam. Karena bisa jadi apa yang menurut kita benar, sebenarnya salah. Dan yang menurut kita buruk, sebenarnya kebenaran hakiki.

Namun, kita juga tidak bisa menyempitkan pandangan dengan mengatakan bahwa kebenaran itu relatif. Pasti ada nilai-nilai universal yang bisa dijadikan parameter dalam sebuah keputusan untuk bertindak tegas. Semuanya berkonsekuensi, bukan pemakluman belaka.

Sudah saatnya kita tidak hanya memperbaik diri sendiri. Genggam jemari mereka yang butuh uluran tangan untuk sama-sama menjauhkan diri dari segala sebab lahirnya dosa. Maka mari kita bantu mereka dengan ajakan dan gerak nyata, bukan sekedar kritik dan fatwa yang membuat mereka merasa tersudut. Karena, bisa jadi kesalahan yang mereka lakukan berasal dari kelalaian yang kita buat sehingga mereka terdampar dalam keadaan terpaksa.

“Dari Abu Hurairah  dia berkata: Rasulullah  bersabda: “Barangsiapa yang membantu seorang saudaranya (dalam) suatu kesusahan di dunia maka Allah akan menolongnya dalam kesusahan pada hari kiamat, dan barangsiapa yang meringankan (beban) saudaranya yang sedang kesulitan maka Allah akan meringankan (bebannya) di dunia dan akhirat”[3]

Wallaahu’alam bis showwab.

Sumber:
1.    Film Serial Omar Volume 26 menit 13:46- 15: 27
2.    Catatan Ustadz Salim A. Fillah Qaulan Sadiidaa untuk Anak Kita
3.    HR. Muslim nomor 2.699

Surabaya, 15 Ramadhan 1434 H
                   23 Juli 2013 M